Waktu Adalah Uang. Apakah berlaku di Indonesia ?
Ini ada kejadian janggal yang menurut saya seharusnya tidak terjadi namun sudah selumrahnya terjadi di Indonesia. Apa itu ? Waktu dan perhitungan serta nilai dari waktu itu sendiri. Atau sederhananya adalah “Waktu adalah Uang” yang ternyata tidak dipahami oleh seluruh orang terutama di Indonesia ini.
Perihal apa itu waktu dan mekanisme dari mata ilmuwan, kita kesampingkan dulu.
Disini kita bicara soal kesepakatan hitungan durasi harian di bumi yang selama ini kita sebut dalam satuan jam dan turunannya.
Dalam sebuah foto yang saya unggah, ada pembahasan mengenai nilai yang saya terapkan pada waktu yang saya miliki sesuai dari hitungan yang saya temukan dalam pencatatan harian.
Jadi ceritanya saya mengklaim bahwa saya merugi kehilangan waktu senilai 120 juta dalam 4 bulan yang artinya kerugian saya adalah 1 juta perbulan dari waktu yang hilang tersebut.
Ternyata ada pihak yang tidak terima dengan klaim yang saya ajukan entah apa dasarnya.
Mungkin dasarnya adalah ini
Bahwa manusia cenderung selalu bercermin dan membandingkan dirinya dengan orang lain sebagai subjek.
Semisal lihat orang kepentok pintu, kita yang melihat mungkin akan memahami bagaimana perasaannya dengan dasar anggapan jika kita yang ada di posisi kepentok pintu dan dari pengalaman yang mungkin pernah kita alami.
Dalam kasus ini si yang bersangkutan menilai waktu yang ia miliki dengan nilai yang tidak saya pahami dan mencoba menilai waktu yang saya miliki dengan pemahamannya sendiri.
Bahkan anehnya di komentarnya tersebut beliau ini mentertawakan penilaian saya terhadap waktu yang saya miliki. Yang padahal itu adalah penilaian saya untuk waktu saya yang hilang atau merugi.
Dan anehnya lagi bahkan cenderung janggal adalah beliau ini tidak paham bahwa waktu bisa dihargai dalam bentuk mata uang dalam hal ini Rupiah yang merupakan mata uang sah Indonesia.
Lalu bagaimana dengan “Time is Money?” atau “Waktu adalah Uang?”.
Oh mungkin beliau ini tidak pernah mendengar kalimat itu atau mungkin pernah dengar tapi tidak merasa related dengan paham tersebut atau menolak gagasan tersebut ?
Ya ada begitu banyak kemungkinan yang sampai di posisi ini saya belum pahami apa yang menjadi pemahamannya mengenai waktu.
Dan yang lebih janggal lagi menurut saya yang kebangetan janggal adalah beliau ini mentertawakan “Time is Money”. Apa sampai disini saya yang keliru membaca intonasi komentar beliau ini yang diakhiri dengan kata “Lawak” itu ?
Entahlah mungkin pahamnya belum saya gapai karena terlalu tinggi atau berada di level yang sangat tidak bisa dijangkau dengan logika yang mana logika saya juga belum terkonfirmasi bisa dipercaya kebenarannya.
Sampai-sampai saya harus menanyakan hal itu di kolom komentar publik
Sejauh 50 menit dari terakhir saya mengkonfirmasi bahkan, si beliau ini tidak memberikan respon apapun perihal pemahaman yang beliau miliki. Dan beberapa menit lalu ada pemberitahuan adanya seseorang yang ikut membalas, tapi dihapus sebelum saya berhasil mengeceknya.
Tapi terlepas dari itu, saya pikir memang hal seperti itu wajar terjadi di Indonesia mengingat apapun yang terjadi di Indonesia memang selalu cenderung demikian.
Misal saja datang terlambat, yang dengan logika sederhana pun sudah ketemu nalarnya bahwa orang yang datang terlambat adalah orang yang tidak atau kurang menghargai waktu.
Upah rendah, yang jelas berkaitan dengan jam kerja dimana pada akhirnya waktu yang dibeli dari seseorang dihargai sangat rendah.
Birokrasi berbelit, tidak sedikit pengalaman orang yang sangat dirugikan dalam pengurusan administrasi di Indonesia yang selalu berbelit dan memakan banyak waktu. Bayangkan saja, pembuatan KTP yang merupakan syarat wajib warga Indonesia diatas 17 tahun memakan waktu berbulan-bulan untuk pembuatannya dan si pendaftar KTP ini harus bolak balik ke Dukcapil untuk menjalani proses penerbitan KTP tersebut.
Bahkan soal paspor pun demikian yang saya alami. Saya harus 3 kali bolak balik dengan jarak 140 Km hanya untuk mengurus pendaftaran paspor yang dibuat rumit dan aneh.
Jadi, mungkin si mas-mas diatas ini sudah terbiasa dengan lingkungan hidup yang mungkin sudah menjadi mayoritas di Indonesia ini dan ya terima saja karena memang tidak ada edukasi sama sekali mengenai betapa berharganya waktu yang kita miliki yang hanya sebentar dan tidak bisa ditawar ini.
Sampai di titik ini, saya trenyuh. Jujur saja saya resah dan gelisah bagaimana penilaian kerugian dalam satu hari senilai 1 juta rupiah menjadi sesuatu yang sangat berlebihan.
Tapi mengingat dimana saya tinggal saat ini, hal itu memang lumrah. Tapi bukan berarti kita harus menerima itu kan ?
Ingat saja, “Waktu adalah Uang” yang artinya ada nilai nominal dalam satuan waktu yang kita miliki.
Tinggal kita sendiri yang berhak menentukan nilai harga dari waktu terbatas yang kita miliki ini.
Post a Comment
Ada pertanyaan? Diskusikan dengan penulis atau pembaca lain
Tulis Pertanyaan